Jumat, 05 Oktober 2012

Cerita Rakyat Sumbawa : TANJUNG MENANGIS

Versi 1

Dahulu kala hiduplah raja kerajaan Sumbawa yang bernama Datu Samawa. Ia mempunyai seorang putri bernama Pangeran Samawa. Pangeran Samawa gadis yang sangat cantik dan baik hati, namun ia mengidap penyakit aneh. Tidak ada orang yang mampu menyembuhkan para pangeran. Suatu hari, Datu Samawa membuat sayembara untuk rakyat seluruh kerajaan. Siapapun yang mampu menyembuhkan sang putri maka dialah yang akan dianugerahi hadiah. Ketika dia seorang wanita, dia akan menjadi anak angkat. Namun jika laki-laki, maka akan menjadi menantu, dan dikawinkan dengan sang putri.

Kontes ini menyebar ke pulau Sulawesi di seberang. Sudah banyak dokter yang mencoba mengikuti kontes ini namun tidak ada satupun yang berhasil menyembuhkan sang putri. Suatu hari, datanglah seorang lelaki tua lemah ke kediaman Datu Samawa. Beliau berasal dari negeri Ujung Pandang dan memperkenalkan diri dengan nama Daeng Ujung Pandang. Ia pernah mendengar tentang penyakit aneh yang menyerang putri majikannya dan ingin mencoba mengobati sang putri. Namun dengan kekuasaan Allah, melalui tangan dan ilmu Daeng Ujung Pandang, sang putri bisa sembuh seperti sedia kala.

Sesuai janjinya, sudah saatnya Datu Samawa membayar janji kepada Daeng Ujung Pandang yang telah menyembuhkan putrinya. Sesuai janjinya, ia harus menikahkan putrinya dengan Daeng Ujung Pandang. Namun karena fisik Daeng Ujung Pandang terlihat renta dan bungkuk pula, Datu Samawa tidak bersedia menikahkan putrinya dengan Daeng Ujung Pandang. Datu Samawa akhirnya mengubah hadiah kontes tersebut.

Daeng Ujung Pandang dengan Datu Samawa dipersilahkan mengambil harta itu sebanyak-banyaknya, apapun yang diinginkan olehnya, asalkan Daeng bersedia untuk tidak memperistri sang putri. Daeng Ujung Pandang merasa sangat terhina dengan sikap Datu. Dia menolak mengambil harta satu sen pun dari istana. Dengan hati teriris, ia kembali ke Ujung Pandang dengan menggunakan perahu kecil yang berlabuh di sebuah tanjung.

Pangeran Samawa merasa kasihan melihat kekecewaan di mata Daeng Ujung Pandang, ia pun menyusul Daeng Makassar hingga ke tanjung. Ketika putri Datu Samawa tiba di pelabuhan, di saat yang sama, Daeng Ujung Pandang baru saja menaiki perahunya. Atas kuasa Tuhan, Daeng Ujung Pandang tersebut

Melihat hal tersebut, putri Datu Samawa menangis, menyesali keputusan yang diambil ayahnya dan menangis betapa sedihnya ditinggal orang baru yang dicintainya, Daeng Ujung Pandang. Sambil terisak-isak, sang putri berlari mengejar sampan Daeng Ujung Pandang hingga ke tengah laut tanpa sadar ia mulai tenggelam. Hal ini menyebabkan putri Datu Samawa meninggal di laut sambil menangis.

Akhirnya sampai saat ini tanjung tempat berpisahnya sang putri dan Daeng Ujung Pandang diberi nama Tanjung Menangis untuk mengenang kisah tragis kedua insan tersebut.

==========================================================

Versi 2
        
       Syahdan. Sultan Samawa sangat sedih menyaksikan putrinya yang terbaring sakit. Ia telah berusaha tanpa kenal lelah guna mencarikan pengobatan bagi putri tercinta agar segera sembuh. Berbagai cara pengobatan telah dilakukan berharap Sang Putri bisa pulih seperti sedia kala, namun sudah sekian lama belum menunjukkan hasil yang berarti.
       Akhirnya Sultan menggelar sayembara, barangsiapa bisa menyembuhkan putrinya, jika lelaki akan dijodohkan dengan Sang Putri. Sandro atau dukun dari berbagai penjuru Tana Samawa berlomba untuk menyembuhkan sang putri. Silih berganti sandro berusaha mengobati Sang Putri, namun tidak seorangpun yang berhasil. Sampailah seorang sandro dari rantau datang. Namanya Zainal Abidin, dari tanah Sulawesi. Ternyata ia berhasil menyembuhkan sang putri.
        Sayang, Sultan mangkir terhadap janjinya sendiri untuk menikahkan Sang Putri dengan sandro yang mampu menyembuhkan penyakit putrinya. Zainal Abidin adalah sandro muda yang tampan. Sang Putri pun bahkan jatuh cinta dengan sandro. Sultan bersikeras tidak mau menikahkan Sang Putri dengan sandro, bahkan tega mengusir sandro agar pulang ke tanah asalnya.
       Karena diusir oleh Sultan, sandro melangkah menuju laut untuk naik kapal kembali ke negerinya, Sulawesi. Sang Putri yang terlanjur jatuh cinta mengejar sandro, tak tahu ia harus kemana, hingga sampailah ia di sebuah tanjung. Sesampai di tanjung tersebut, sandro ternyata sudah naik perahu meninggalkan Tana Samawa.
         Tinggallah Sang Putri seorang diri di tanjung merenungi nasibnya karena kasih tak sampai. Ia menangis tanpa henti di tanjung itu.  Sementara sambil berlayar di atas perahu, sandro menembangkan sebuah lawas (puisi):

Kumenong si sengo sia, intan e
Leng Poto Tanjung Menangis
Kupendi Onang ku Keme…

Sang Putri menunggu berhari-hari di tanjung itu, sambil tetap menangis. Akhirnya masyarakat menyebut tanjung itu dengan sebutan  "Tanjung Menangis".

***********

Sumber : sumbawanews

2 komentar: