Kamis, 04 Oktober 2012

Cerita Rakyat Sumbawa : Ai Mangkung


Berawal dari desa yang tenang dan damai bernama Jompang. Letaknya di sebuah bukit dekat Olat Pamanto Asu'. Sebuah pemerintahan di desa yang dikenal dengan nama Datu Palowe. Ia mempunyai dua orang anak yang terdiri dari seorang putra dan seorang putri. Kemudian Wanru yang bernama Lala Sri Datu Menanti Paloweini putra yang terkenal terparas cantik dan rupawan, sehingga banyak orang yang tertarik dengan Lala Sri yang menantinya adalah satu-satunya putra tercinta Datu Palowe.

Demi anak tunggal, segala kemauan dan keinginannya selalu diikuti oleh Datu Palowe. Mulai dari bermacam-macam busana yang dikenakan Lala, hingga beragam perhiasan cantik-cantik. Suatu ketika Lala ingin makan udang. Kemudian diperintahkan Pak Bangkel dan Ina Bangkel' serta beberapa orang lainnya pergi nempas' Mereka menempas masa-masa yang ada di sekitar desa Jompong. Tak ketinggalan Lala pun turut serta.

Sambil menunggu hukum penangkapan, Lala duduk di atas batu besar memperhatikan orang-orang yang sedang nempa. Serentak narik ilmunya datanglah empat orang dari Desa Tarusa untuk menebang dan mengambil bambu yang tumbuh di sekitar Olat Pemanto Asu. Masing-masing dari mereka membawa satu kuta untuk diangkut. Dari kejauhan mereka melihat sesuatu yang menarik di zaman itu. Dan wajah mereka pun tertegun melihat Lala yang duduk di atas batu. Mereka sangat tertarik dengan parasnya yang cantik dan rupawan Namun mereka lebih tertarik dengan berbagai corak perhiasan yang dikenakan Lala Meskipun begitu mereka pasti mengetahui siapa sebenarnya putri Lala Sri. Menanti Datu Plough sebuah nama yang sangat tenar dan beken dimana-mana. Padahal mereka hanyalah manusia biasa.

Mereka mencari cara untuk mendapatkan perhiasan itu. Sambil mengendap-endap keluar dari balik rumpun semak belukar mereka mendekat ke tempat duduk Lala Man yang telah dihinggapi kedengkian dan bejat itu. Demikianlah mereka segera menyergap tubuh Lala. Salah satu di antara mereka menyumbat Lala hingga diam. Dan selanjutnya secara paksa mengambil seluruh perhiasan yang dikenakan Lala, terutama perhiasan yang ada di pelukannya. Lala Sri Menanti meronta-ronta berusaha melarikan diri.

Tangan Lala berulang kali yapukal'akan namun selalu gagal. Namun dasar yang disaruki orang-orang yang mempunyai niat jahat dan pantangan bejat mereka mereda. Mereka terus berusaha merampok perhiasan Lala. Salah satunya bernama Ua Nyawa dengan mencabut parang yang diikatkan di pinggang memotang tangan Lala. Dengan sekali pukulan saja lengan Lala harusnya mulus sudah buntu. Lala Sri Menanti tak sempat berteriak. Putri malang itu telah meninggal sebelum mengetahui parangnya.

Setelah berhasil merampas perhiasan dan membunuh Lala, mereka yang terbunuh pun menyerahkan lengan Lala yang terpenggal dan dibuang tepat pada waktunya. Perhiasan yang berhasil dijarah dibawa pulang oleh empat pria tersebut ke Desa Tarusa milik mereka juga yang membawa bekas luka.

Sementara itu Ina Bangkel dan Pak Bangkel serta teman-temannya sedang sibuk bekerja sehingga tidak sempat mendengar dan melihat kejadian yang begitu mengenaskan itu. Kejadian itu terjadi begitu cepat. Dan ketika mereka berbalik ke tempat duduk Lala. Ia melihat mayat itu sudah tidak bernyawa.

Konon, lengan Lala yang terpotong itu menjelma menjadi ikan tuna tunggul. Ikan tuna lalu masukkan ke dalam wadah yang airnya jernih. Di dalamnya ada marmer. Tepatnya di hulu sungai Desa Jurumapin. Di dekatnya terdapat lorong mirip gua.Orang - orang yang datang membayar burung nasar bisa masuk ke aula.

Namun kini karena perubahan alam, gang tersebut agak tertutup pasir dan kerikil, sehingga orang tidak lagi leluasa masuk ke dalamnya. Dan di puncak bukit terdapat ukiran batu berbentuk dipan. Di dekatnya ada batu - peti dan kursi serupa lainnya. Konon itu adalah bekas kediaman Datu Palowe dahulu, yang hingga kini dapat ditelusuri kebenarannya.

 Menurut kepercayaan masyarakat – masyarakat disana, rowe 11) dari mereka yang mengambil perhiasan Lala Sri Menanti pada zaman desa Tarusa, tidak diperkenankan meminum air sungai tersebut. Jika diminum terlalu, rasanya sepat air, dan menimbulkan penyakit. Waktu mengudara disebut Ai Mangkung. Terkadang pada musim kemarau masyarakat dari Desa Jurumapin, Desa Kalabeso, dan Desa Tarusa selalu datang ke Ai Mangkung untuk membayar Nasar. Orang yang datang membayar Nasar bisa melewati gua tersebut. Terkadang dia melihat tunggul tuna sedang meloyong di dalam air. Sedang mulut ikan tuna berwarna merah delima seperti bibir seorang gadis. 


                                                                                       (Sumber: HU Gema NTB)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar