Akan halnya putera raja yang kembar tadi memilki kebiasaan
yang unik yakni bila makan maka lauknya harus menggunakan gula merah, dank
arena rasa saying raja terhadap kedua puteranya maka persediaan kerajaan akan
gula merah tetap menjadi perhatian. Hal ini mengingat kelangsungan hidup dari
kedua putera raja sangat bergantung dengan adanya gula merah. Karena jika tanpa
gula merah kedua putera raja tidak mau makan.
“Bila keadaan terus begini maka rakyatku akan makmur dan
puteraku tentunya akan dapat tetap hidup selamanya,” gumam sang raja dalam
hati.
Namun menjelang usia putera raja menginjak sepuluh tahun,
cobaan menerpa kerajaan dan seluruh rakyatnya. Pohon aren musnah ditimpa
penyakit yang tidak diketahui obatnya. Dengan perasaan cemas raja mencoba
bertanya kepada para menteri tentang kenyataan itu. Mereka berembug mencari
jalan keluarnya. Seluruh pakar dimintai pandapatnya. Bermacam – macam cara
ditawarkan dalam mengatasi persoalan itu. Semua cara telah dilakukan namun
selalu gagal.
Pada suatu hari bertanyalah sang raja kepada menteri tentang
perseediaan gula yang masih tersisa. Sang menteri memberitahukan bahwa
persediaan gula merah hanya cukup sampai dengan tiga bulan ke depan. Dalam
keadaan yang sangat mendesak tersebut diambil keputusan untuk mencari gula
merah ke kerajaan lain atau kalu perlu ke pulau – pulau lain. “Siapkan
bekal sebanyak – banyaknya berangkatlah, dan dapatkan gula merah sebanyak –
banyaknya”, perintah sang raja kepada para menteri dan hulu balangnya.
Dimulailah pelayaran mencari gula merah itu melalui
pelabuhan Labuhan Jontal. Sasaran dari utusan raja tadi adalah bagian
barat dari kerajaan tersebut. Belum sampai di daerah tujuan, tepatnya di
sekitar Pulau Bungin perahu rombongan raja membawa banyak uang dan barang
berharga lainnya. Dengan segenap usaha yang ada para utusan raja mencoba
bertahan dari serangan para perompak laut yang ganas namun usaha mereka sia –
sia karena para perompak tersebut sangat tangguh. Namun demikian masih ada
utusan raja yang tersisa dan berhasil menyelamatkan diri dengan berenang ke
pantai dan kembali lagi menghadap raja.
Raja sangat murka mendengar cerita dari utusannya yang
selamat tadi dan dengan segera mengambil keputusan bahwa dia sendiri yang
berangkat mencari gula merah demi sang anak apapun yang akan dijalani. Dengan
meminta izin kepada permaisuri terlebih dahulu maka berangkatlah sang raja
beserta para pengawalnya untuk mencari gula merah.
Sepeninggal sang raja, tinggallah permaisuri beserta kedua
puteranya. Satu bulan sudah berlalu hati sang permaisuri selalu berharap harap
cemas diiringi doa semoga sang raja selamat di dalam perjalanan dan dapat
segera kembali. Akan tetapi hampir empat bulan sudah berlalu kabar berita tak
kunjung tiba. Hati permaisuri diliputi kecemasan. Hampir setiap hari permaisuri
menangis dan menangis mengingat nasib sang raja. Menjelang satu tahun kepergian
sang raja sang permaisuri hanya dapat merenung seorang diri di suatu tempat di
atas bukit. Tempat tersebut sering dikunjunginya beserta sang raja dalam
mengisi waktu luangnya. Permaisuri tak ingin lagi kembali ke istana. Kedua
puteranya sudah tidak dihiraukan lagi. Siang dan malam dia hanya merenung dan
menangis seorang diri.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti
tahun, tubuh sang permaisuri telah ditumbuhi lumut dan membatu. Kedua puteranya
kini telah terpisah yang satunya pergi ke arah barat melalui darat menyusul
sang raja dan perjalanannya terhenti di suatu tempat yang namanya Taliwang,
sedangkan puteranya yang lain tetap bersama ibunya dan berubah menjadi seekor
kera.
Akan halnya putera raja yang tetap menjadi manusia dapat
tetap hidup dan mencoba makan dengan lauk yang bukan dari gula merah. Bahkan
sang putera raja berhasil mempersunting seorang puteri setempat untuk dijadikan
istri. Dengan perasaan bagga dia kembali menemui ibu dan saudaranya sambil
memboyong istrinya, namun sesampainya di wilayah kerajaannya dia dan istrinya
terperanjuat oleh kehadiran seekor kera besar yang tak lain adalah saudaranya
sendiri. Disangkanya kera tersebut akan menyerangnya keudian dibacoknya kera
tersebut dengan pedangnya namun tidak mempan.
Karena kenyataan itu maka putera raja bersama istrinya
berlari untuk menyelamatkan diri dari serangan sang kera yang sebenarnya sang
kera tidak bermaksud menyerang tetapi hanya ingin memeluk saudaranya yang telah
lama berpisah. Putera raja bersama istrinya terus berlari ke arah selatan dan
bersembunyi di sebuah gua di pinggir pantai sampai keduanya membantu di dalam
gua tersebut. Sekarang gua tersebut dikenal nama Liang Dewa, sedangkan letak
kerajaannya adalah daerah atau wilayah Muer kecamatan Plampang. Dan Batu sang
permaisuri sekarang ini masih dapat dilihat dan oleh masyarakat setempat
disebut Batu Tongkok.
Sumber : Abdullah Nur (Kecamatan Plampang)
Dikutip dari Sumbawanews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar