Berawal dari desa yang tenang dan damai bernama Jompang.
Letaknya di sebuah bukit dekat Olat Pamanto Asu'. Sebuah pemerintahan di desa
yang dikenal dengan nama Datu Palowe. Ia mempunyai dua orang anak yang terdiri
dari seorang putra dan seorang putri. Kemudian Wanru yang bernama Lala Sri Datu
Menanti Paloweini putra yang terkenal terparas cantik dan rupawan, sehingga
banyak orang yang tertarik dengan Lala Sri yang menantinya adalah satu-satunya
putra tercinta Datu Palowe.
Demi anak tunggal, segala kemauan dan keinginannya selalu diikuti
oleh Datu Palowe. Mulai dari bermacam-macam busana yang dikenakan Lala, hingga
beragam perhiasan cantik-cantik. Suatu ketika Lala ingin makan udang. Kemudian
diperintahkan Pak Bangkel dan Ina Bangkel' serta beberapa orang lainnya pergi
nempas' Mereka menempas masa-masa yang ada di sekitar desa Jompong. Tak
ketinggalan Lala pun turut serta.
Sambil menunggu hukum penangkapan, Lala duduk di atas batu
besar memperhatikan orang-orang yang sedang nempa. Serentak narik ilmunya
datanglah empat orang dari Desa Tarusa untuk menebang dan mengambil bambu yang
tumbuh di sekitar Olat Pemanto Asu. Masing-masing dari mereka membawa satu kuta
untuk diangkut. Dari kejauhan mereka melihat sesuatu yang menarik di zaman itu.
Dan wajah mereka pun tertegun melihat Lala yang duduk di atas batu. Mereka
sangat tertarik dengan parasnya yang cantik dan rupawan Namun mereka lebih
tertarik dengan berbagai corak perhiasan yang dikenakan Lala Meskipun begitu
mereka pasti mengetahui siapa sebenarnya putri Lala Sri. Menanti Datu Plough sebuah
nama yang sangat tenar dan beken dimana-mana. Padahal mereka hanyalah manusia
biasa.
Mereka mencari cara untuk mendapatkan perhiasan itu. Sambil
mengendap-endap keluar dari balik rumpun semak belukar mereka mendekat ke
tempat duduk Lala Man yang telah dihinggapi kedengkian dan bejat itu.
Demikianlah mereka segera menyergap tubuh Lala. Salah satu di antara mereka
menyumbat Lala hingga diam. Dan selanjutnya secara paksa mengambil seluruh
perhiasan yang dikenakan Lala, terutama perhiasan yang ada di pelukannya. Lala
Sri Menanti meronta-ronta berusaha melarikan diri.
Tangan Lala berulang kali yapukal'akan namun selalu gagal.
Namun dasar yang disaruki orang-orang yang mempunyai niat jahat dan pantangan
bejat mereka mereda. Mereka terus berusaha merampok perhiasan Lala. Salah
satunya bernama Ua Nyawa dengan mencabut parang yang diikatkan di pinggang
memotang tangan Lala. Dengan sekali pukulan saja lengan Lala harusnya mulus
sudah buntu. Lala Sri Menanti tak sempat berteriak. Putri malang itu telah
meninggal sebelum mengetahui parangnya.
Setelah berhasil merampas perhiasan dan membunuh Lala, mereka
yang terbunuh pun menyerahkan lengan Lala yang terpenggal dan dibuang tepat
pada waktunya. Perhiasan yang berhasil dijarah dibawa pulang oleh empat pria
tersebut ke Desa Tarusa milik mereka juga yang membawa bekas luka.
Sementara itu Ina Bangkel dan Pak Bangkel serta
teman-temannya sedang sibuk bekerja sehingga tidak sempat mendengar dan melihat
kejadian yang begitu mengenaskan itu. Kejadian itu terjadi begitu cepat. Dan ketika
mereka berbalik ke tempat duduk Lala. Ia melihat mayat itu sudah tidak
bernyawa.
Konon, lengan Lala yang terpotong itu menjelma menjadi ikan
tuna tunggul. Ikan tuna lalu masukkan ke dalam wadah yang airnya jernih. Di
dalamnya ada marmer. Tepatnya di hulu sungai Desa Jurumapin. Di dekatnya
terdapat lorong mirip gua.Orang - orang yang datang membayar burung nasar bisa
masuk ke aula.
Namun kini karena perubahan alam, gang tersebut agak tertutup
pasir dan kerikil, sehingga orang tidak lagi leluasa masuk ke dalamnya. Dan di
puncak bukit terdapat ukiran batu berbentuk dipan. Di dekatnya ada batu - peti
dan kursi serupa lainnya. Konon itu adalah bekas kediaman Datu Palowe dahulu,
yang hingga kini dapat ditelusuri kebenarannya.
Menurut kepercayaan masyarakat – masyarakat disana, rowe 11) dari mereka yang mengambil perhiasan Lala Sri Menanti pada zaman desa Tarusa, tidak diperkenankan meminum air sungai tersebut. Jika diminum terlalu, rasanya sepat air, dan menimbulkan penyakit. Waktu mengudara disebut Ai Mangkung. Terkadang pada musim kemarau masyarakat dari Desa Jurumapin, Desa Kalabeso, dan Desa Tarusa selalu datang ke Ai Mangkung untuk membayar Nasar. Orang yang datang membayar Nasar bisa melewati gua tersebut. Terkadang dia melihat tunggul tuna sedang meloyong di dalam air. Sedang mulut ikan tuna berwarna merah delima seperti bibir seorang gadis.
(Sumber: HU Gema NTB)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar