Pada zaman dahulu kala ada seorang yang benama Pangeran
Batara Sukin yang kawin dengan seorang perempuan bernama Lala Mangindara.
Mereka bertempat tinggal di kampong Baman wilayah Kolong. Pangeran Batara Sukin
dan Lala Mangindara mempunyai seorang anak laki – laki bernama Lalu Muhammasd
Maula.
Pangeran Batara Sukin ada mempunyai kebun bertempat
diwilayah dadap, kira – kira berjarak satu kilometer dari kampong Baman. Kebun
tersebut lengkap dengan permandiannya dan berbagai macam tanaman termasuk bunga
– bunga yang indah berseri. Ketika pengeran meninggal dunia Lalu
Muhammad Maula telah berumur 17 tahun. Sepeninggal ayahnya Lalu Muhammad Maula
tetap melanjutkan pemeliharaan kebunnya dan merawat berbagai macam tanaman yang
ada termasuk bunga – bunga yang indah itu.
Ketika suatu hari lalu Muhammad Maula pergi ke kebunnya
sungguh terkejut dan tercengang melihat bunga – bunga yang disayanginya itu
berhamburan tidak karuan di atas tanah. Lalu Muhammad Maula duduk sejenak
sambil menenangkan pikirannya, siapakah gerangan yang merusak tanamanku ini.
Apakah burung atau manusia pikirnya dalam hati. Lalu Muhammad Maula tidak
menemukan jawaban atas peristiwa itu. Ia pulang ke kampungnya dan
memberitahukan hal itu kepada ibunya bahwa bunga – bunga di taman dalam
kebunnya telah banyak yang rusak.
Tiga hari lamanya Lalu Muhammad Maula berturut – turut pergi
ke kebunnya namun tetap bunga – bunga itu terhambur di atas tanah. Kemudian
Lalu Muhammad Maula mengambil kesimpulan akan mengintipnya. Keesokan harinya
Lalu Muhammad Maula pergi ke kebunnya dan terus bersembunyi di rumpun pisang
sambil mengintipnya. Rumpun pisang itu tidak jauh dari pemandian itu. Kira –
kira lebih kurang jam lima
sore terdengarlah suara dari langit yang sungguh hebat dan seram sekali. Suara
itu campuran suara gendang, suling dan serunai yang dapat merisaukan hati siapa
saja yang mendengarnya.
Lalu Muhammad Maula tetap saja mengintip dari balik pohon
pisang. Diperhatikannya arah datangnya suara itu. Dia menatap ke langit. Tiba –
tiba dilihatnya turun dari langit tujuh bidadari, masing – masing hinggap di
tepi kolam atau permandian itu. Ketujuh bidadari itu sangat cantik menawan.
Segera saja bidadari itu melepaskan pakaiannya yang sekaligus juga menjadi
sayapnya itu. Ketujuh bidadari itu mandi bersuka ria, menyelam, dan berenang
semau – maunya. Kadang – kadang keluar dari permandian berjalan hilir mudik
sambil memetik dan menggantung bunga ditubuhnya, bunga – bunga yang menjadi
kesayangan Lalu Muhammad Maula itu.
Lalu Muhammad Maula terus saja mengawasi tingkah laku dari
ketujuh bidadari itu. Pada saat ketujuh bidadari itu sedang asyik bermain dan
mandi – mandi Lalu Muhammad Maula telah merencanakan untuk melakukan sesuatu.
Pelan – pelan Lalu Muhammad Maula merayap mendekati tumpukan baju para bidadari
itu.
Jantungnya berdegup kencang kuatir kalau – kalau bidadari
itu mengetahuinya. Hampir saja dirinya ketahuan tetapi dengan sigap Lalu
Muhammad Maula menyambar selembar dari baju yang diletakkan di atas tebing
permandian. Baju itu memiliki bau yang harum semerbak dan menyenangkan. Lalu
Muhammad Maula segera saja melipat baju yang berhasil diraihnya kemudian
disimpan di dalam kantong celananya. Setelah itu ia kembali bersembunyi di
rumpun pisang.
Ketika bidadari selesai mandi mereka pun bersiap – siap akan
terbang kembali, sambil mengenakan kembali bajunya yang juga akan menjadi
sayapnya. Bidadari yang enam telah selesai mengenakan pakaian sayapnya, tinggal
satu bidadari yang masih berjalan mondar mandir di sekeliling tempat itu.
Rupanya bidadari yang satu itu telah kehilangan baju. Karena waktu sudah
mendesak maka keenam bidadari lainnya akhirnya tak dapat menunggu temannya,
merekapun terbang ke langit meninggalkan kawannya seorang diri. Bidadari yang
ketinggalan itu kini menangis tak tahu apa yang harus diperbuatnya.
Pada saat bidadari itu menangis, keluarlah Lalu Muhammad
Maula dari persembunyiannya. Didekatinya bidadari itu, selanjutnya terjadilah
pembicaraan antara keduanya.
”Hey. Kamu ini siapa dan darimana pula sehingga berada
ditempat ini,” tanya Lalu Muhammad Maula.
”Hamba ini adalah bidadari dari langit yang turun mandi di
kolam permandian ini,” jawab bidadari.
”Mengapa kamu menangis?”, tanya Lalu Muhammad Maula.
”Hamba telah kehilangan baju, dan jika baju hamba itu terus
hilang tentunya hamba tidak dapat lagi terbang kembali ke langit”, jawab
bidadari sedih.
Kemudian bidadari itu bertanya :
”Tuan ini siapa dan darimana?” tanya sang bidadari yang
cantik itu.
”Oh. Ya. Namaku Lalu Muhammad Maula, dan akulah pemilik
kebun dan permandian ini,” jawab Lalu Muhammad Maula.
Dipandangnya bidadari itu dari ujung kaki sampai ujung
rambut. Seketika keduanya bertemu pandang. Berdebar juga jantung Lalu Muhammad
Maula memandang bidadari yang cantik dan memiliki pandangan mata yang bersinar
sejuk. Demikian pula sang bidadari, tersipu – sipu malu ketika bertemu pandang
dengan Lalu Muhammad Maula yang gagah. Sesaat kemudian pembicaraan diantara
mereka terhenti namun tak berapa lama kemudian Lalu Muhammad Maula memulai
pembicaraan.
”Kalau kamu tidak keberatan aku mengajakmu untuk ikut ke
kampungkuyang tidak jauh dari tempat ini”, kata Lalu Muhammad Maula menawarkan.
”Terima kasih Tuan. Jika Tuan memang berkenan mengajak
hamba, maka hamba tidak akan menolak. Lagipula hamba takut ditinggal sendiri di
tempat ini,” kata bidadari itu.
Kemudian keduanya melangkahkan kaki menuju ke kampung Baman.
Dalam perjalananan itu Lalu Muhammad Maula tidak kuasa membendung hasrat
dihatinya dan menyampaikan bahwa dirinya mencintai dan ingin memperistri
bidadari itu.
Senanglah hati keduanya. Selanjutnya mereka berdua terus
berjalan akhirnya sampai ke kampung Baman tempat tinggalnya Lalu Muhammad
Maula.
Sesampai mereka dirumah, Lalu Muhammad Maula memperkenalkan
calon istri itu kepada ibunya sambil mengagumi kecantikan bidadari itu yang
sepadan juga dengan kegagahan Lalu Muhammad Maula. Karena diantara mereka
berdua telah tumbuh benih – benih cinta maka keduanya dikawinkan dan hidup
berbahagia.
Setelah lebih dari setahun lamanya mereka berdua hidup dalam
ikatan perkawinan, mereka dikaruniai seorang putera yang diberi nama Lalu
Mancauni. Pada saat Lalu Mancauni berumur enam bulan Lalu Muhammad Maula pergi
ke kebunnya. Istri dan anaknya serta ibunya ditinggalkan di rumah. Pada saat
itu Ibu Lalu Muhammad Maula pergi ke sungai untuk mengambil air. Sepulangnya
dari mengambil air dilihatnya banyak ayam makan padi yang sedang dijemur
didepan rumahnya. Maka sang ibu marah kepada menantunya sang bidadari yang pada
saat itu sedang menyusui anaknya Lalu Mancauni.
Mendapat perlakuan dari ibu mertuanya yang seperti itu sang
bidadari merasa sangat malu dan tersinggung. Sang bidadari menangis, tetapi ibu
mertuanya terus saja marah – marah kepadanya. Tak tahan mendapat marah maka
sang bidadari berupaya mencari bajunya siapa tahu dulu baju itu diambil
suaminya dan disembunyikan disuatu tempat dirumahnya. Lama dicarinya baju itu,
akhirnya baju itu diketemukan juga tersembunyi diatas loteng rumahnya didalam
lubang bambu. Sang bidadaripun segera mengenakan baju sayapnya itu. Akhirnya
sang bidadari terbang ke langit meninggalkan anak dan mertuanya dan juga
suaminya.
Sepulangnya Lalu Muhammad Maula dari kebunnya dilihatnya
anaknya sedang menangis terserak –serak. Lalu Muhammad Maula menanyakan kepada
ibunya dan kepada tetangganya dimana istrinya berada. Ibunya dan semua tetangga
mengatakan bahwa sang bidadari telah terbang ke langit. Mendengar berita itu
Lalu Muhammad Maula memeriksa anaknya yang sedang menangis itu, tiba – tiba
ditemukannya surat dan cincin di dekat anaknya. Setelah surat itu dibaca maka
benarlah bahwa istrinya telah kembali ke Kayangan. Diberitahukan juga jika
suaminya ingin berjumpa dengannya maka carilah ’oram lege pisak’ (merang dari
ketan hitam). Bakarlah merang itu maka dari asap merang itu dia akan sampai
kepada sang bidadari di kayangan.
Alkisah Lalu Muhammad Maula akhirnya membakar oram lege
pisak sesuai petunjuk istrinya, maka dengan mengikuti asapnya terbanglah Lalu
Muhammad Maula ke langit atau kayangan. Sedangkan anaknya yang masih bayi
ditinggalkannya saja dalam keadaan menangis. Sesampainya dikayangan maka
berjalanlah Lalu Muhammad Maula tak tentu arah dan tujuan. Kemana kakinya
melangkah ke situ dia mengikuti. Beberapa saat dalam perjalanan, Lalu Muhammad
Maula melintas dekat sebuah sungai. Air sungai itu mengalir jernih, disitu ia
berhenti sambil termenung. Tiba – tiba dilihatnya sekelompok orang perempuan
ramai – ramai mengambil air di sungai itu. Lalu Muhammad Maula datang
mendekati perempuan – perempuan itu dan bertanya.
”Ada apakah kalian ramai – ramai mengambil air di sungai
ini?,” tanyanya kepada perempuan – perempuan itu. ”Hampir dua tahun sudah
bidadari kami hilang, baru sekarang dia kembali ke tempat semula dan kami semua
adalah pelayannya. Untuk itu kami akan berpesta,” jawab salah satu dari
perempuan itu . Perempuan – perempuan itu terus saja mengisikan air
kedalam periuknya masing – masing. Setelah periuknya penuh maka masing – masing
mereka pergi membawa air dalam periuk itu. Salah satu dari perempuan itu
tertinggal oleh teman – temannya karena tidak dapat menaikkan periuk air ke
atas kepalanya. Perempuan itu akhirnya minta tolong kepada Lalu Muhammad Maula.
”Hei Krek Kure, tolong bantu aku naikkan periuk ini ke atas
kepalaku”, kata perempuan itu.
Lalu Muhammad Maula yang dipanggil krek kure (korengan) itu
terheran – heran mengapa perempuan itu menyebutnya dengan nama yang jelek itu.
Tetapi Lalu Muhammad Maula tetap saja bersedia membantu perempuan yang tertinggal
itu. Tetapi Lalu Muhammad Maula tetap saja bersedia membantu perempuan yang
tertinggal itu. Mungkin karena dilihatnya kulit manusia yang kasar sedangkan
kulit bidadari sangat halus dan lagipula parasnya elok dan ayu. Asal
kejadiannya memang lain. Lalu Muhammad maula segera saja membantu
menaikkan periuk ke atas kepala perempuan itu. Pada saat yang bersamaan Lalu
Muhammad Maula memasukkan sebuah cincin kesayangannya ke dalam periuk itu tanpa
diketahui oleh perempuan itu. Setibanya perempuan pelayan bidadari itu
ditempatnya, maka segeralah dituangkannya air dari dalam periuk itu ke dalam
sebuah tempayan. Pada saat itu jatuhlah cincin yang dimasukkan tadi
kedalam tempayan dan mengeluarkan bunyi ketika cincin itu beradu dengan
tempayan itu. Bunyi cincin itu terdengar oleh sang bidadari.
”Suara apakah yang jatuh didalam tempayan itu, hai pelayan
?”, tanya sang bidadari.
Sang pelayan segera saja melihat kedalam tempayan. Ternyata
ada sebentuk cincin yang indah. Dipungutnya cincin itu dan diserahkannya kepada
sang bidadari. Sang bidadari agak kaget sambil bertanya.
”Hai. Siapakah yang ada disungai tadi ketika kamu mengambil
air,” tanya sang bidadari.
”Ada seorang laki – laki yang namanya krek kure”, jawab
pelayan itu.
Sang bidadari segera saja memerintahkan pelayan itu untuk
memanggil lelaki itu ker sungai. Kemudian Lalu Muhammad datang bersama pelayan
ke tempat sang bidadari. Maka bertemulah Lalu Muhammad Mula dengan istrinya
itu. Mereka langsung berpelukan dan sama – sama menangis. Bidadari itu
menjelaskan kepada para pelayannya bahwa Lalu Muhammad Maula yang mereka sebut
krek kure itu adalah suaminya. Sejak saat itu Lalu Muhammad Maula tidak pernah
lagi kembali ke kampung halamannya.
Sang bidadari yang meninggalkan anaknya lalu Mancauni dlam
keadaan menangis dan ketika itu masih berumur enam bulan seakan – akan
mendengar suara tangis anaknya itu menembus ke langit. Maka diturunkanlah
mainan dari langit untuk meredakan tangis anaknya itu. Mainan itulah yang
dinamakan Paruma Ero.
Lalu Mancauni akhirnya tumbuh menjadi lelaki dewasa yang
tampan dan hidup berumah tangga. Dalam usia 60 tahun Lalu Mancauni meninggal
dunia dan dimakamkan di Dadap Brang Kolong. Kuburannya masih
tetap terpelihara sampai sekarang.
Dikutip dari Sumbawanews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar